Pada tahun 2007 awal masuk sekolah menengah ke atas, memanglah masa-masa terindah untuk sekolah. Semua teman dari berbagai kalangan, daerah, bahasa kumpul menjadi satu. Menjadi teman.
Kebahagiaan menjadi murid sekolah menengah keatas adalah, rasa syukur bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pada tahun itu jika ingin bekerja, pendidikan paling rendah adalah SMA. Mau bagaimana lagi, mau tidak mau, mampu tidak mampu harus sekolah. Semangat itulah yang saya pupuk selama masuk sekolah menengah pertama (SMP).
Saat semesteran tiba, semua murid sudah mendapatkan edaran yang harus diberikan kepada orang tua masing-masing. Namun tidak dengan saya. Serambi berjalan pulang sekolah, saya buka klip yang menutup edaran tersebut.
Dalam hati sudah mengira, jika itu pasti surat peringatan administrasi yang belum tuntas. Bismilah, ternyata benar. Saya tidak berani memberikan edaran tersebut kepada ibu ataupun bapak. Kalaupun saya berikan pastilah terdapat wajah murung, terutama pada ibu.
Administrasi tersebut haruslah lunas sebelum ujian semesteran mulai,agar mendapat nomor bangku ujian. Namun, aku mengatakan pada ibu kalau belum bisa melunasi tunggakan tidaklah apa-apa. Wali kelas dan kepala sekolah bisa mengerti. Ah, apa yang harus saya lakukan, berani-beraninya mengatakan demikian kepada ibu.
Ujian satu minggu lagi, saya harus berbuat sesuatu. Selain tidak jajan saat sekolah, saya harus cari kerja sambilan ataupun paruh waktu. Yang kiranya bisa saya kerjakan saat pulang sekolah.
Alhasil, saya mendapat pekerjaan yang lumayan berat. Iya, saya bekerja di salah satu toko besar yang menjual makanan khas oleh-oleh daerah kami. Upahnya tidak seberapa. Sebulan saja Rp.300.000,- namun kalau menunggu perbulan bisa-bisa saya tidak bisa ikut ujian. Saya beranikan bicara pada bos pemilik toko tersebut. Kalau saya bekerja untuk menutup tunggakan sekolah karena seminggu lagi saya ujian dan harus melunasinya. Alhamdulillah pemilik toko mau mengerti kondisi saya. Saya dibayar per hari Rp.30.000
Uang sebesar itu sangatlah berharga buat saya. Saya diberi tugas untuk menimbang dan membungkus makanan, menghitung jumlah per dusnya, lalu menata didepan agar oara pembeli dengan mudah mengorder.
Saya diberi makan siang oleh pemilik toko. Saat itu saya teringat dengan orang rumah. Sudahkan kakak adik beserta bapak dan ibu saya sudah makan siang? Ah, semoga gusti memberi cukup rejeki untuk makan siang hari ini.
Seminggu sudah saya bekerja. Saya akhirnya dapat mengumpulkan uang sebesar Rp.210.000,- . alhamdulilah meski masih kurang sedikit, setidaknya saya sudah bisa menyicil kekurangannya. Namun, pemilik toko menambahkan upah. Yang katanya uang lelah dan bonus kerja yang telaten dan rajin. Terima kasih Gusti. Saya berpamitan dengan pemilik toko,kakak-kakak pegawai lainnya juga keluarga pemilik toko tersebut. Dan mereka menjanjikan kepada saya, kalau lulus sekolah boleh bekerja disitu lagi. Atau kalau hari besar tiba. Tenaga saya dibutuhkan lagi sekedar membantu pegawai lainnga.
Setelah uang administrasi telah saya lunasi, saya mendapat nomor ujian. Alhamdulilah bisa mengerjakan ujian dengan tenang karena tidak memikirkan biaya administrasi. Sepulang ujian, saya langsung kerumah dan tidak mampir-mampir tiba-tiba ibu memberikan beberapa lembar uang. Lalu saya menanyakan uang sebanyak ini untuk apa. Jelas sekali ibu menjawab untuk membayar sekolah saya. Akhirnya saya kembalikan uang ibu, dan menceritakan perjuanganku selama seminggu ini. Dan saya berikan uang tersebut sembari mengatakan kalau uang ini ibu simpan saja untuk makan kita sehari-hari. Meneteslah air mata ibu. Yaah,, saya juga ikut menangis tanpa bisa bicara apa-apa. Mulut terasa kaku. Namun hatiku lega. Lega tidak menekan ibu untuk melunasi administrasi sekilahku. Lega tidak mengambil jatah uang makan keluarga. Lega saya bisa mengatasi masalah saya sendiri.
Arti uang Rp.30.000,- buat saya sangatlah berharga. Butuh tenaga dan keringat untuk mendapatkan uang sebesar itu. Bagi teman-teman saya uang Rp.30.000,- sangatlah sedikit. Tidak cukul buat jajan sekolah, beli bensin, dan pulsa. Ahh.. Kejamnya! Namun Saya masih bersyukur tidak memiliki kendaraan tidak memikirkan bensin, tidak memiliki handphone tidak memikirkan isi ulangnya, yang penting bisa bersekolah.
Selasa, 16 Desember 2014
Rejeki bisa didapat dari kegigihan dan kemauan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar